Blok Tempe Bandung, Kampung Narapidana yang Mengguncang Dunia

“Kang, upami bade ka Bale RT opat ka palih mana?”, tanya saya kepada seorang lelaki yang kaki kirinya dipenuhi tato. “Mangga, kantun lurus teras dugi mendak lapangan, engke mengkol ka katuhu”, begitu jawabnya sambil tersenyum ramah.

Salah satu mural di Blok Tempe
Minggu pagi itu saya terpisah dari kawan-kawan Komunitas Aleut yang hendak menuju Bale di kawasan Blok Tempe Bandung karena keasyikan memotret suasana kampung. Lelaki tadi hanyalah satu dari sekian banyak warga kampung yang merajah tubuhnya dengan tato. Sebelum tato menjadi trend lifestyle seperti sekarang, tato-tato tersebutsudah mereka dapat saat masih berprofesi sebagai preman dan sebagian saat menghuni Lembaga Permasyarakatan. Yak, pada tahun 90-an Blok Tempe sempat menyandang Kampung Narapidana karena rentannya kasus kriminalitas. Namun kini Blok Tempe telah berganti nama secara administratif menjadi Kelurahan Babakan Asih, karena warganya yang dikenal asih (ramah).

Blok Tempe yang berwarna
Sesampainya di Bale, kawan-kawan tampak sudah bersantai di area Bale yang sangat nyaman dan luas. Bale yang terletak di RT 04 ini terbuat dari bambu dengan latar belakang puluhan foto yang menunjukkan berbagai aktivitas serta tamu yang telah berkunjung. Pelataran Bale yang merupakan sebuah taman, terlihat sangat tertata rapi dan bersih. Kehadiran sebuah ayunan di sisi sebelah kanan taman mempercantik keberadaan Bale yang terletak di tengah-tengah gang sempit Blok Tempe.
Bale RT04 Blok Tempe yang nyaman

Akhirnya kami disambut oleh beberapa warga untuk berbincang santai di dalam Bale. Salah seorang yang dipanggil dengan nama Kang Iwan ditunjuk oleh kawannya yang lain untuk menjadi juru bicara. “Yah dulu bisa dibilang pemuda kampung sini tuh adalah sampah masyarakat, sering bentrok juga sama kampung sebelah, kalau udah lewat maghrib suasananya mencekam, anak gadis pasti dilarang keluar sama orang tuanya”, begitu cerita pembuka dari Kang Iwan mengenai masa lalu Blok Tempe. Kang Iwan menuturkan bahwa sebelumnya sudah banyak yang mencoba merubah keadaan para pemuda di Blok Tempe, namun dengan cara yang kurang tepat, sehingga justru para pemuda di sini malah menjadi melawan balik, bahkan sempat ada seorang Ustadz yang akhirnya pindah rumah dari Blok Tempe. “Namun diantara kami, ada satu orang kawan yang bisa dibilang paling maju dan mencoba melakukan pendekatan sebagai seorang teman untuk membantu kami ke arah yang lebih baik”, lanjut Kang Iwan. Sambil menunjuk sebuah rumah yang tepat berada di seberang Bale, Iwan kembali bercerita, “Nah Kang Reggy Munggaran yang rumahnya persis di depan sini yang sudah banyak membantu kami dengan pendekatan yang lebih enak”. Pendekatan yang dilakukan Kang Reggy Munggaran kepada pemuda Blok Tempe itu tidak sebentar, karena berlangsung kira-kira dari tahun 1995 sampai tahun 2000. 
Galeri foto di Blok Tempe

Pada tahun 2000-an awal kerja keras Kang Reggy mulai membuahkan hasil, para pemuda Blok Tempe sudah dapat diajak untuk membangun kampung mereka sendiri. Namun karena masih banyaknya keterbatasan, kemudian Kang Reggy mengajak Kang Emil yang saat itu masih merupakan ketua BCCF (Bandung Creative City Forum) untuk mendukung programnya di Blok Tempe. Program pertama yang dilakukan pemuda Blok Tempe dan BCCF adalah membuat sumur resapan. Sebelumnya kawasan Blok Tempe ini merupakan salah satu kawasan langganan banjir. Letaknya yang tepat berada di samping aliran Sungai Citepus menjadi salah satu penyebabnya.  Setelah dibuat 21 sumur resapan di daerah tersebut, Blok Tempe sudah tidak pernah terkena banjir lagi. Dan sebagai bentuk edukasi, warga Blok Tempe yang ketahuan membuang sampah sembarangan apalagi membuangnya ke sungai akan dihukum push-up sebanyak 50 kali, hal ini juga berlaku untuk anak-anak agar terbiasa sedari kecil.

Setelah masalah banjir teratasi, pembangunan Blok Tempe mulai menyentuh aspek fisik kampung. Salah satunya dengan keberadaan ruang publik berbentuk Bale yang berdiri pada tahun 2010 dan menjadi tempat kami berbincang saat itu. Sepasang cap tangan yang merupakan cap tangan dari Kang Emil diletakkan di bagian depan Bale. Di Bagian bawah cap tangan tersebut tertulis Kartoon Ervat, pada awalnya saya kira itu merupakan nama seorang asing yang meresmikan Bale tersebut, namun ternyata Kartoon Ervat itu adalah sebuah singkatan dari Karang Taruna Erte Ovat. Kreativitas ala Kang Emil jadi sangat terasa pada unsur penamaan tersebut. Blok Tempe ini pula yang membawa Kang Emil mendapatkan pernghargaan “Urban Leadership Awards” dari University of Pennsylvania, Amerika Serikat karena berhasil membantu warga di Blok Tempe mendapatkan ruang publik yang dananya berasal dari udunan warga sendiri.
Cap tangan Kang Emil saat peresmian Bale di Blok Tempe

Bisa dibilang Kang Emil dan Blok Tempe tumbuh besar bersama-sama. Kang Emil mendapat dukungan penuh saat mencalonkan diri menjadi Walikota Bandung dari Blok Tempe. Dan popularitas Blok Tempe pun kini melejit karena Kang Emil mendapatkan penghargaan atas bantuannya. Perkembangan Kota Bandung yang kebanjiran program kerjasama dengan Negara lain saat ini pun tak lepas dari transformasi yang terjadi di Blok Tempe, para investor asing tak segan untuk menggelontorkan dananya di Kota Bandung karena melihat keberhasilan perubahan kampung ini. Kini tak jarang wisatawan asing berminat untuk mengunjungi langsung wilayah ini karena pamornya. Bahkan pernah ada seorang fotografer asal Prancis menyelenggarakan pameran foto di Blok Tempe ini. “Tiap bulan pasti ada aja artis yang kesini, waktu peresmian kan ada Luna Maya, terus Kang Edi Brokoli pasti kesini sebulan sekali buat ikut nongkrong”, tutur Miki yang juga ikut dalam perbincangan kami yang biasa menjadi Contact Person untuk Blok Tempe. Event musik underground sekaliber Hellprint pun menggunakan public space yang dimiliki oleh Blok Tempe saat pertama kali menyelenggarakannya.
Sambutan ramah dari pemuda Blok Tempe

Blok Tempe, dulu mencekam, kini rupawan. Bale Kartoon Ervat yang dimiliki kampung ini menjadi sarana edukasi, hiburan dan kebersamaan warga. Mulai dari ngaliwet, nobar Persib, senam ibu-ibu sampai pengajian dan pendidikan anak usia dini dilakukan di Bale tersebut. Berkat namanya yang kini harum, tak sulit bagi warga Blok Tempe untuk mendapatkan berbagai akses fasilitas publik di masyarakat. Dari pengalaman kunjungan ke Blok Tempe, saya rasa bukan aspek fisik semata yang berhasil dibangun di Blok Tempe, justru aspek mental yang berhasil direvolusi dengan baik. Kebersamaan, keramahan dan semangat telah menjadi nilai berharga yang kini lekat dengan warga Blok Tempe dan patut dijadikan pelajaran bagi kita semua.

2 komentar:

  1. Mancap ini, aku pernah denger tentang kampung ini, katanya banyak mahasiswa asal jerman juga yg studi banding-ngangkat tema skripsi tentang kampung ini.
    Patut di banggakan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyah, cukup banyak yang datang, bahkan ikut menginap di sini selama berbulan-bulan :)

      Hapus